EKONOMI ISLAM DAN PEMBERDAYAAN BURUH: JALAN MENUJU KESEJAHTERAAN KOLEKTIF DAN DISTRIBUSI ADIL

Oleh: Dr. Muhamad Irpan Nurhab, M.Si

Dalam sistem ekonomi kapitalistik, buruh sering kali dipandang sebagai sumber daya yang harus dimaksimalkan demi keuntungan pemilik modal. Konsep ini sering mengabaikan kesejahteraan dan martabat pekerja, mengarah pada eksploitasi dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan. Sebagai alternatif, ekonomi Islam menawarkan pendekatan yang lebih seimbang dan berbasis pada prinsip keadilan (‘adl), keseimbangan (mizan), dan kemitraan sejati. Dalam ekonomi Islam, buruh (‘ajīr’) diletakkan sebagai subjek utama dalam pembangunan ekonomi, bukan sekadar alat untuk menghasilkan keuntungan. Dalam peringatan Hari Buruh Internasional setiap 1 Mei, seharusnya tercermin semangat untuk mengakui kontribusi buruh dalam pembangunan, namun dalam praktiknya, hubungan industri sering kali didominasi oleh kepentingan pemilik modal, yang mengarah pada ketimpangan sosial dan ekonomi.

KONSEP BURUH DALAM PERSPEKTIF ISLAM

  • Buruh sebagai Mitra dalam Produksi

Dalam ekonomi Islam, buruh (‘ajīr’) dipandang sebagai mitra sejajar dalam produksi, bukan sebagai bawahan atau alat semata. Bekerja dalam Islam dianggap sebagai ibadah yang memiliki nilai spiritual dan ukhrawi, jika dilakukan dengan niat yang baik. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Mulk: 15, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah dari rezeki-Nya,” mengingatkan bahwa bekerja adalah perintah yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dalam hal ini, buruh dihargai sebagai individu yang berkontribusi pada penciptaan nilai dan tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang terpisah dari nilai kemanusiaan dan moralitas. Oleh karena itu, ekonomi Islam meletakkan tenaga kerja dalam posisi yang terhormat dan menjunjung tinggi hak-hak buruh sebagai bagian dari kewajiban sosial.

  • Buruh dan Akad Ijarah

Islam membentuk hubungan kerja melalui akad ijarah, yaitu kontrak yang mengatur perjanjian antara pemberi kerja dan buruh. Akad ini didasarkan pada beberapa prinsip utama: kejelasan (bayan), keadilan (‘adl), dan kesepakatan sukarela (taraḍin). Kejelasan mengharuskan kedua belah pihak memahami hak dan kewajiban mereka dengan jelas, sedangkan keadilan menjamin bahwa imbalan yang diterima oleh buruh sesuai dengan kontribusinya. Prinsip kesepakatan sukarela memastikan bahwa kontrak tersebut tidak didasarkan pada paksaan. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk menciptakan hubungan kerja yang adil dan transparan, di mana kedua belah pihak saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing. Sebagai hasilnya, hubungan kerja tidak hanya menjadi transaksi ekonomi semata, tetapi juga merupakan pengakuan terhadap martabat buruh dan penghormatan terhadap hak-haknya.

  • Keadilan dan Anti-Eksploitasi

Salah satu prinsip utama dalam ekonomi Islam adalah keadilan dalam distribusi pendapatan dan pelarangan eksploitasi buruh. Sebagaimana tercantum dalam hadis Rasulullah SAW, “Bayarlah upah buruh sebelum keringatnya kering” (HR. Ibn Majah, no. 2443), yang mengajarkan pentingnya memberikan kompensasi yang cepat dan adil kepada buruh. Hadis ini mencerminkan bahwa Islam sangat menekankan bahwa buruh berhak mendapatkan imbalan yang setimpal dengan usaha dan waktu yang mereka curahkan untuk pekerjaan tersebut. Dengan memprioritaskan pembayaran yang segera setelah pekerjaan selesai, Islam memastikan bahwa buruh tidak diperlakukan sebagai alat produksi semata, tetapi dihargai atas kontribusi mereka. Hal ini bertujuan untuk menciptakan hubungan kerja yang sehat, menghindari penundaan pembayaran yang bisa merugikan buruh, dan menciptakan kesejahteraan bagi semua pihak yang terlibat dalam hubungan kerja.

  • Upah Layak dan Kesepakatan

Islam mengajarkan bahwa upah harus ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi kerja dan buruh dan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar buruh. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din, “kekayaan tidak boleh hanya berputar di tangan orang-orang kaya” yang mengingatkan bahwa distribusi kekayaan harus dilakukan secara adil dan merata dalam masyarakat. Upah buruh dalam Islam harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya, agar buruh tidak hidup dalam kemiskinan meski telah bekerja keras. Sistem ini bertujuan untuk menghindari kesenjangan sosial dan ekonomi yang dapat terjadi apabila buruh hanya menerima imbalan yang tidak sesuai dengan kontribusinya. Oleh karena itu, kesepakatan tentang upah dalam Islam sangat menekankan keadilan dan penghormatan terhadap martabat buruh.

TANTANGAN BURUH DALAM EKONOMI MODERN

  • Data Terkini Ketenagakerjaan Indonesia

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2024, jumlah angkatan kerja Indonesia tercatat mencapai 147,71 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,32%. Selain itu, sektor informal mendominasi pasar tenaga kerja Indonesia, dengan 59,31% pekerja yang bekerja di sektor ini. Pekerjaan di sektor informal seringkali disertai dengan ketidakpastian upah dan ketidakamanan kerja, yang menciptakan tantangan besar dalam menyediakan lapangan kerja yang layak dan terlindungi. Data ini menunjukkan pentingnya menciptakan kebijakan ketenagakerjaan yang memastikan perlindungan hak-hak pekerja, jaminan sosial, dan upah yang layak bagi buruh Indonesia.

  • Isu Ketimpangan dan Dampak Digitalisasi

Isu ketimpangan sosial dan dampak digitalisasi semakin menjadi perhatian dalam dunia ketenagakerjaan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat otomatisasi dan perkembangan teknologi digital memberikan dampak signifikan pada pasar tenaga kerja, yang mengarah pada berkurangnya lapangan pekerjaan tradisional. Selain itu, kebijakan fleksibilisasi tenaga kerja, seperti yang tercermin dalam Omnibus Law, memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi perusahaan dalam melakukan penyesuaian tenaga kerja, namun seringkali merugikan buruh. Kebijakan ini menambah ketidakpastian bagi pekerja, mengancam hak-hak mereka, dan menciptakan ketimpangan dalam pembagian hasil kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang mengutamakan perlindungan hak-hak pekerja di tengah kemajuan teknologi yang pesat.

SOLUSI ISLAM TERHADAP MASALAH KETENAGAKERJAAN

  • Kemitraan Produksi: Mudharabah dan Musyarakah

Ekonomi Islam menawarkan solusi melalui model kemitraan produksi yang berbasis bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah. Dalam mudharabah, buruh berperan sebagai pelaksana kerja, sedangkan pemodal menyediakan modal. Keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Model ini menciptakan hubungan yang saling menguntungkan, di mana buruh tidak hanya menerima upah tetap, tetapi juga memperoleh bagian dari hasil usaha. Dengan demikian, buruh memiliki insentif untuk bekerja lebih keras dan berpartisipasi dalam pengelolaan usaha, menciptakan hubungan kerja yang lebih adil dan menghindari eksploitasi.

  • Koperasi Syariah dan Kepemilikan Kolektif

Koperasi syariah, yang berlandaskan prinsip syirkah, memberikan kesempatan bagi buruh untuk memiliki saham dalam usaha yang mereka jalankan, tidak hanya sebagai penerima upah. Dalam koperasi syariah, keuntungan usaha dibagi berdasarkan kesepakatan antara anggota koperasi, yang menciptakan keseimbangan sosial-ekonomi dan menghindari ketimpangan. Buruh yang menjadi anggota koperasi memiliki kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari hasil usaha yang mereka kelola bersama, menciptakan sistem yang lebih inklusif dan adil.

  1. Dana Sosial Islam: Zakat, Infak, dan Wakaf Produktif

Dana sosial Islam, seperti zakat, infak, dan wakaf produktif, memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, terutama dalam hal peningkatan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi. Zakat profesi dapat digunakan untuk membantu buruh miskin, sementara infak dan wakaf produktif dapat digunakan untuk mendirikan lembaga pelatihan atau memberikan modal usaha bagi buruh yang ingin mandiri. Dengan cara ini, dana sosial Islam tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat daya saing buruh dalam dunia kerja.

Kesimpulan

Ekonomi Islam memandang buruh sebagai mitra sejajar dan bermartabat dalam pembangunan ekonomi, dengan penekanan pada prinsip keadilan dan keseimbangan. Melalui penerapan akad ijarah yang jelas dan pelarangan eksploitasi buruh, serta pemberdayaan melalui koperasi syariah dan dana sosial Islam, ekonomi Islam berusaha menciptakan hubungan kerja yang adil dan saling menguntungkan. Peringatan Hari Buruh seharusnya menjadi momentum untuk merenungkan penerapan prinsip-prinsip Islam dalam sistem ekonomi yang lebih adil, agar kesejahteraan buruh dapat terjamin, menciptakan keseimbangan antara kepentingan pemilik modal dan kesejahteraan pekerja.